Sunday 6 December 2015

Kali ini kita akan membahas tentang Sejarah Perang Jagaraja di Bali. Semoga artikel ini bermanfaat bagi kita semua, aamiin.

Sejarah Perang Jagaraja di Bali

Sekitar abad ke-19, di Bali sudah berdiri beberapa kerajaan seperti Buleleng, Karangasem, Badung dan Gianyar. Di dalam wilayah itu berlaku hukum yang disebut Hukum Tawan Karang. Maksudnya, kerajaan-kerajaan di Bali mempunyai hak untuk merampas muatan kapal yang terdampar (karam) di pantai wilayah kerajaannya.

Pada saat itu, banyak kapal-kapal Belanda yang terdampar di liwayah Bali dan muatannya menjadi milik kerajaan di wilayah terdampar. Melihat keadaan itu, Belanda memaksa raja-raja Bali untuk menghapus Hukum Tawan Karang. Belanda juga memaksa agar raja-raja Bali mengakui kedaulatan Belanda di Bali. Raja-raja dari Buleleng, Klungkung, Karangasem dan Gianyar menolak tawaran Belanda. Karena penolakan ini, akhirnya Belanda memutuskan untuk menyerang Bali.

1) TOKOH ATAU KEPEMINPINAN

Pada saat peperangan Raja Buleleng dari Bali ditolong oleh Patih yang bernama Ketut Gusti Jelantik. Sedangkan dari rakyat Belanda terpaksa mengerahkan pasukan secara besar-besaran sebanyak 3 kali, antara lain :
a) Pada Tahun 1846, dengan kekuatan 1.700 orang pasukan darat
b) Pada Tahun 1948, mengirim pasukan militer
c) Pada Tahun 1849, untuk ke-3 kalinya mengirim pasukan dari Batavia

2) PROSES PERLAWANAN
Raja Buleleng dari Bali ditolong oleh Patih yang bernama Ketut Gusti Jelantik, dan dari rakyat Belanda mengarahkan pasukan secara besar-besaran sebanyak 3 kali. Pada tahun 1946, Belanda menyerbu Bali. Namun serangan itu dapat digagalkan oleh Patih, Raja Buleleng. Pada Tahun 1849, Belanda mengirim pasukan dari Batavia (Jakarta) dalam jumlah besar.

Sejarah Perang jagaraja di Bali
Pasukan Belanda dalam jumlah besar disambut oleh Patih Ketut Jelantik. Sementara itu, pasukan dari Karangasem dan Buleleng melaksanakan perlawanan di sekitar Benteng Jagaraga. Rakyat Bali, di bawah pimpinan Patih Ketut Gusti Jelantik, mengadakan perlawanan habis-habisan (puputan) pada Belanda. Itu perang Bali juga disebut dengan perang PUPUTAN. Setelah pertempuran berlangsung beberapa hari, pasukan Patih Ketut Gusti jelantik terdesak. Akhirnya, benteng Jagaraya jatuh ke tangan Belanda. Pada Tahun 1849, Belanda dapat menguasai Bali Utara.

3) AKHIR PERLAWANAN
Setelah Belanda berhasil menguasai Bali Utara, Belanda mengadakan perluasan kekuasaan ke Bali Selatan. Belanda berhasil mendarat di Pantai Sanur dan memasuki Denpasar. Selanjutnya secara berturut-turut Belanda mengadakan penyerangan ke Keraton Pemecutan dan Klungkung. Raja Klungkung mengadakan perlawanan habis-habisan. Karena persenjataan Belanda lebih unggul, Belanda dapat mengalahkan Klungkung dan menguasai seluruh Bali.


KESIMPULAN:
Akibat adanya Hukum Tawan Karang yang berlaku di wilayah Kerajaan Buleleng, Karangasem, Badung dan Gianyar. Belanda merasa tidak nyaman dan sebab itu Belanda memaksa agar raja-raja menghapus Hukum Tawan Karang. Belanda juga memaksa agar raja-raja mengakui kedaulatan Belanda di Bali. Raja-raja dari Buleleng, Klungkungan, Karangasem dan Gianyar menolak tawaran Belanda. Karena penolakan itu, akhirnya Belanda memutuskan untuk menyerang Bali.
Pada Tahun 1844 kapal Belanda terdampar di Pantai Buleleng dan dikenakan Hukum Tawan Karang. Belanda tidak menerima kapalnya dikenakan Hukum Tawan Karang.

Pada Tahun 1846, pasukan Belanda mendarat di Pantai Buleleng dan mengeluarkan perintah agar Raja Buleleng wajib mengakui kekuasaan Belanda dan Hukum Tawan Karang dihapuskan dan juga kerajaan wajib memberikan perlindungan kepada perdagangan Belanda.
Raja Buleleng menolak perintah Belanda itu, sehingga terjadilah peperangan antara Belanda dengan rakyat Bali. Oleh sebab itu perang Bali juga disebut denga perang PUPUTAN.