Sunday, 23 October 2016

Kehidupan Politik, Ekonomi, Agama dan Sosial Budaya Kerajaan Kalingga

Kalingga atau Ho-ling merupakan sebuah kerajaan bercorak Hindu yang muncul di Jawa Tengah sekitar abad ke-6 masehi. Letak pusat kerajaan ini belumlah jelas, kemungkinan berada di suatu tempat antara Kabupaten Pekalongan dan Kabupaten Jepara sekarang. Sumber sejarah kerajaan ini masih belum jelas dan kabur, kebanyakan diperoleh dari sumber notulen Tiongkok, tradisi kisah setempat, dan naskah Carita Parahyangan yang disusun berabad-abad lalu pada abad ke-16 menyinggung secara singkat tentang Ratu Shima dan kaitannya dengan Kerajaan Galuh.


Kalingga sudah ada pada abad ke-6 Masehi dan keberadaannya diketahui dari sumber-sumber Tiongkok. Kerajaan ini pernah diperintah oleh Ratu Shima, yang dikenal mempunyai peraturan barang siapa yang mencuri, akan dipotong tangannya. Keberadaan Kerajaan Kalingga diketahui dari khabar Cina pada masa Dinasti Tang. Menurut khabar Cina, pada pertengahan abad VII Masehi terdapat kerajaan bercorak Hindu-Buddha bernama Holing atau Kalingga di Jawa Tengah.

Kehidupan Politik Kerajaan Kalingga

Kehidupan Politik Pada abad VII Masehi Kerajaan Kalingga pernah dipimpin seorang ratu bernama Sima. Ratu Sima menjalankan pemerintahan dengan tegas, keras, adil, dan bijaksana. Dia melarang rakyatnya untuk menyentuh dan mengambil barang bukan milik mereka yang tercecer di jalan. Bagi siapa pun yang melanggar akan memperoleh hukuman berat. Hukum di Kalingga dapat ditegakkan dengan baik. Rakyat taat pada peraturan yang dibuat ratu mereka. Oleh sebab itu, ketertiban dan ketentraman di Kalingga berjalan baik. Menurut naskah Carita Parahyangan, Ratu Sima mempunyai cucu bernama Sahana yang menikah dengan Raja Brantasenawa dari Kerajaan Galuh. Sahana mempunyai anak bernama Sanjaya yang kelak menjadi Dinasti Sanjaya. Sepeninggalan Ratu Sima, Kerajaan Kalingga ditaklukan oleh Kerajaan Sriwijaya.

Kehidupan Ekonomi Kerajaan Kalingga

Kerajaan Kalingga mengembangkan perekonomian perdagangan dan pertanian. Letaknya yang dekat dengan pesisir utara Jawa Tengah menyebabkan Kalingga gampang diakses oleh para pedagang dari luar negeri. Kalingga adalah daerah penghasil kulit penyu, emas, perak, cula badak, dan gading sebagai barang dagangan. Sementara wilayah pedalaman yang subur, dimanfaatkan penduduk untuk mengembangkan pertanian. Hasil-hasil pertanian yang diperdagangkan antara lain beras dan minuman. Penduduk Kalingga dikenal pandai membuat minuman berasal dari bunga kelapa dan bunga aren. Minuman tesebut mempunyai rasa manis dan bisa memabukkan. Dari hasil perdagangan dan pertanian itu, penduduk Kalingga hidup makmur.
Kehidupan Politik, Ekonomi, Agama dan Sosial Budaya Kerajaan Kalingga

Kehidupan Agama Kerajaan Kalingga

Kerajaan Kalingga adalah pusat agama Buddha di Jawa. Agama Buddha yang berkembang di Kalingga adalah ajaran Buddha Hinayana. Pada tahun 664 seseorang pendeta Buddha dari Cina bernama Hwi-ning berkunjung ke Kalingga. Dia dating untuk menerjemahkan sebuah naskah terkenal agama Buddha Hinayana dari bahasa Sanskerta dalam bahasa Cina. Usaha Hwing-ning ditolong oleh seorang pendeta Buddha dari Jawa bernama Jnanabadra.

Kehidupan Sosial Budaya Kerajaan Kalingga

Penduduk Kalingga hidup dengan teratur. Ketertiban dan ketentraman sosial di Kalingga dapat berjalan dengan baik berkat kepemimpinan Ratu Sima yang tegas dan bijaksana dalam menjalankan hukum dan pemerintahan. Dalam menegakkan hukum Ratu Sima tidak membedakan antara rakyat dengan anggota kerabatnya sendiri. Berita mengenai ketegasan hukum Ratu Sima pernah didengar oleh Raja Ta-Shih. Ta-Shih adalah sebutan Cina untuk kaum muslim Arab dan Persia. Raja Ta-Shih lalu menguji kebenaran khabar tersebut. Dia memerintahkan anak buahnya untuk meletakkan satu kantong emas di jalan wilayah Kerajaan Ratu Sima. Selama tiga tahun kantong itu dibiarkan tergeletak di jalan dan tidak seorang pun berani menyentuh. Setiap orang melewati kantong emas itu berusaha menyingkir. Pada suatu hari putra mahkota tidak sengaja menginjak kantong itu sehingga isinya berhamburan. Kejadiaan ini membuat Ratu Sima marah dan memerintahkan hukuman mati untuk putra mahkota. Akan tetapi, para menteri berusaha memohon pengampunan untuk putra mahkota. Ratu Sima menanggapi permohonan itu dengan memerintahkan agar jari kaki putra mahkota yang menyentuh kantong emas dipotong. Peristiwa ini adalah bukti ketegasan Ratu Sima dalam menegakkan hukum.

Sumber: Raharta, Ringgo. 2013. Sejarah Indonesia untuk SMA/MA/SMK/MAK Kelas X Semester 1. Klaten: Intan Pariwara


No comments:

Post a Comment