Wednesday, 29 March 2023

Kondisi Ekonomi Indonesia Saat Ini (2023)

 

Proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2023 mencapai 4.9 - 5.2%, dengan inflasi berkisar antara 3.25 - 3.75%, dan nilai tukar rupiah terhadap USD dianggap berada pada rentang Rp15.676 - Rp15.877/USD. Tim Kajian Outlook Ekonomi di Organisasi Riset Tata Kelola Pemerintahan, Ekonomi, dan Kesejahteraan Masyarkat telah melakukan penelitian dan proyeksi terkait hal tersebut. Peneliti Ahli Muda Pusat Riset Ekonomi Makro dan Keuangan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Pihri Buhaerah mengatakan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2023 diprediksi positif, tetapi ada beberapa catatan yang perlu diperhatikan seperti potensi inflasi yang tinggi, resesi di negara maju dan harga minyak. Dia juga menyebutkan bahwa inflasi terjadi di negara tujuan ekspor Indonesia, terutama di Amerika, karena kebijakan fiskal stimulus yang berlebihan. Kenaikan harga komoditas menjadi faktor penyebab inflasi tersebut, terutama karena kenaikan harga energi seperti minyak dan gas.

 Meskipun begitu, Pihri mengungkapkan kekhawatirannya saat melihat neraca sektoral yang terdiri dari neraca pemerintah, neraca sektor luar negeri, dan neraca sektor swasta. Menurutnya, krisis dapat terjadi jika neraca keuangan pemerintah dalam kondisi surplus sedangkan neraca keuangan swasta negatif, seperti yang terjadi selama krisis moneter 1997-1998. Oleh karena itu, neraca keuangan swasta domestik perlu diperhatikan untuk mengantisipasi instabilitas ekonomi karena defisit neraca keuangan swasta domestik menjadi pemicu krisis moneter di Asia.

Pihri juga mengingatkan bahwa Indonesia harus berhati-hati terhadap potensi guncangan ekonomi dari luar, seperti hutang pemerintah yang terus meningkat meskipun masih dalam tingkat rendah. Menurutnya, bukan masalah apakah rasio hutang aman atau tidak, karena negara maju rata-rata memiliki hutang sebesar 100 persen dan negara berkembang di bawah 50 persen. Yang penting adalah komposisi hutang yang didominasi oleh uang asing atau domestik.

 Pihri mengungkapkan kekhawatirannya terkait keseimbangan sektor Indonesia, yang merupakan gabungan dari keseimbangan pemerintah, sektor asing, dan sektor swasta. Menurutnya, keseimbangan keuangan pemerintah yang surplus sementara keseimbangan keuangan sektor swasta negatif dapat menyebabkan krisis, seperti yang terjadi pada krisis moneter tahun 1997-1998. Oleh karena itu, memantau keseimbangan sektor swasta dalam negeri sangat penting dalam mengantisipasi ketidakstabilan ekonomi, mengingat krisis moneter Asia dipicu oleh keseimbangan defisit sektor swasta dalam negeri.

Pihri juga memperingatkan Indonesia untuk berhati-hati terhadap guncangan eksternal potensial, dengan utang pemerintah menjadi salah satu sumbernya. Ia menyatakan bahwa meskipun rasio utang Indonesia rendah, namun terus meningkat, dan dominasi mata uang asing dalam portofolio utangnya menyebabkan risiko ketidakstabilan makroekonomi. Oleh karena itu, untuk mengurangi ketidakpastian pembiayaan, disarankan untuk mengurangi ketergantungan pada obligasi yang dinyatakan dalam mata uang asing.

Selain itu, Pihri telah memproyeksikan skenario terburuk untuk pertumbuhan ekonomi Indonesia, terutama jika terjadi perang nuklir. Selain itu, jika proyek ekonomi Tiongkok mengalami stagnasi atau negativitas, ekonomi Indonesia berpotensi mengalami resesi. Namun, jika ekonomi Tiongkok tetap tumbuh sebesar 5% dan tidak terjadi kenaikan harga minyak yang signifikan, pertumbuhan Indonesia masih bisa mencapai 1-2%.

Apabila terjadi perang nuklir, asumsi studi adalah akan terjadi kenaikan harga minyak yang membuat beban subsidi semakin berat dan berpotensi menyebabkan inflasi yang lebih tinggi. Oleh karena itu, Pihri menyarankan agar persiapan dilakukan, dan simulasi telah dilakukan untuk mengantisipasi kebutuhan subsidi tambahan untuk kenaikan harga bahan bakar.

Di tengah ketidakpastian situasi ekonomi global, Pihri percaya bahwa Bank Indonesia dan Kementerian Keuangan memegang kunci untuk mengatasi ketidakpastian pada tahun 2023. Mendukung kebijakan fiskal pemerintah dengan operasi moneter dapat menurunkan ketidakpastian, seperti dalam penanganan pandemi COVID-19. Kunci kedua adalah memberikan prioritas pada pengeluaran untuk menangani pengangguran, sektor dengan elastisitas pekerja yang tinggi (UMKM dan sektor publik), dan perlindungan sosial dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2023, dengan target defisit fiskal sebesar 2,8% dari PDB, sebagai sinyal kebijakan fiskal kontra-siklik.

Sumber :  https://www.brin.go.id/news/111239/perekonomian-indonesia-2023-diprediksi-masih-positif-begini-catatan-tim-kajian-ekonomi-brin

No comments:

Post a Comment