Wednesday, 5 April 2023

Haji Madriyan (H. Madriyas)

Perlawanan Rakyat di Cidempet, Kecamatan Lohbener, Indramayu, terjadi pada tanggal 30 Juli 1944. Pemimpin perlawanan ini meliputi Haji Madriyan (H. Madriyas), Darini, Surat, Tasiah, dan H. Kartiwa. Pada tahun 1944, ketika Belanda, Jepang, dan Sekutu menduduki Indonesia, beberapa daerah di Jawa Barat, termasuk Indramayu, melancarkan gerakan perlawanan rakyat melawan penjajah. Perlawanan ini berlangsung sekitar tahun 1942-1947.

Haji Madriyan

Salah satu episodenya terjadi di Desa Kaplongan, dimana rakyat Indramayu melawan penjajah Jepang antara tahun 1942-1945. Perlawanan ini dipicu oleh Camat Karangampel, Misnasastra, yang mencoba mengumpulkan padi milik Haji Aksan. Namun, Haji Aksan menolak, sehingga dengan bantuan polisi, ia ditangkap dan dibawa ke Balai Desa. Kejadian ini memicu rakyat Desa Kaplongan untuk menyerbu Balai Desa dan menyerang polisi. Banyak tokoh agama di Desa Kaplongan yang memimpin gerakan perlawanan rakyat ini, sehingga mereka masuk daftar hitam Jepang dan menjadi target penangkapan. Jepang menggunakan siasat licik untuk menangkap tokoh-tokoh tersebut secara satu per satu.

Sementara itu, di Desa Cidempet, perlawanan rakyat dipicu oleh tentara Jepang yang merampas hasil panenan padi rakyat. Jepang menuntut hasil panenan diserahkan ke Balai Desa dan rakyat hanya diperbolehkan mengambil sebagian hasil panenan tersebut. Namun, tawaran ini ditolak oleh rakyat, sehingga terjadilah perlawanan melawan Jepang.

Setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, gerakan perlawanan rakyat Indramayu terus berlanjut dalam melawan Sekutu yang diboncengi Belanda, antara tahun 1946-1947. Belanda, yang dibantu oleh NICA, berkeinginan untuk menjajah Indonesia kembali. Namun, upaya mereka dihadang oleh perlawanan rakyat, seperti yang terjadi di Kecamatan Kertasemaya. Kontak senjata melawan Belanda juga terjadi di Desa Larangan.

Perlawanan paling dahsyat di Indramayu melawan Belanda terjadi di Kampung Siwatu. Kampung tersebut menjadi tempat pengungsian para pejuang Indramayu. Ayib Maknun, warga Indramayu yang menjadi mata-mata Belanda, memberitahukan kepada tentara Belanda bahwa Kampung Siwatu dijadikan tempat persembunyian pejuang. Akibatnya, Belanda membakar habis kampung tersebut dalam tindakan pembumihangusan.

Perlawanan rakyat di Indramayu menunjukkan tekad dan semangat juang masyarakat untuk mempertahankan kemerdekaan dan melawan penjajahan. Kisah perlawanan ini merupakan bagian penting dari sejarah perjuangan bangsa Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaan dan melawan penjajahan. Melalui perjuangan dan pengorbanan para pejuang di Indramayu dan daerah-daerah lain di Indonesia, negara ini berhasil mempertahankan kemerdekaannya dari cengkeraman penjajah.

Perlawanan rakyat di Indramayu mengajarkan kita pentingnya kebersamaan, persatuan, dan solidaritas dalam menghadapi penindasan dan penjajahan. Gerakan perlawanan rakyat ini melibatkan berbagai lapisan masyarakat, termasuk tokoh agama, pemuda, dan petani, yang bersatu padu dalam melawan penjajah.

Kisah perlawanan rakyat Indramayu menjadi inspirasi bagi generasi penerus bangsa untuk selalu menghargai pengorbanan para pejuang kemerdekaan dan menjaga nilai-nilai kebersamaan, persatuan, dan solidaritas. Kita harus mengambil hikmah dari sejarah perjuangan ini, agar kita senantiasa menghargai kemerdekaan dan kebebasan yang telah diperjuangkan oleh para pendahulu kita.

Dalam konteks sekarang, kita bisa mengadaptasi semangat perjuangan rakyat Indramayu dalam menghadapi berbagai tantangan dan permasalahan yang dihadapi bangsa Indonesia. Kita harus bekerja sama dan bersatu dalam membangun negara yang lebih baik, lebih adil, dan lebih sejahtera, sesuai dengan cita-cita para pendiri bangsa.

Dengan demikian, kisah perlawanan rakyat di Indramayu akan terus hidup dalam ingatan dan menjadi warisan sejarah yang tak ternilai harganya bagi generasi penerus bangsa Indonesia.

No comments:

Post a Comment