Pada hakekatnya pendekatan keterpaduan menekankan keseimbangan antara fungsi ekonomi dan kesejahteraan sosial pengelolaan air, lahan dan sumber daya yang terkait dengan tetap memperhatikan keberlanjutan ekosistem. Lingkup keterpaduan antara lain meliputi lahan dan air, air permukaan dan air tanah, wilayah sungai dan lingkungan pesisir yang terkait. Keterpaduan tidak saja menyangkut pengelolaan sumber daya fisik tetapi menyangkut hubungan antar pelaku yang memanfaatkan dan berkepentingan dengan sumber daya air. Keterpaduan juga mencakup penyusunan kebijakan dan perencanaan antara lain meliputi kebijakan dan prioritas pembangunan yang ada implikasinya pada sumber daya air, termasuk di dalamnya keterpaduan antara kebijakan makro ekonomi yang mempengaruhi pengembangan dan pengelolaan sumber daya air, dan keterpaduan antar sektor dalam penyusunan kebijakan yang terkait dengan sumber daya air.
Keterpaduan menyangkut peran yang lebih berimbang antar berbagai pelaku dan pemangku kepentingan serta memperhatikan keserasian berbagai keputusan yang dibuat pada berbagai jenjang mulai dari tingkat lokal sampai tingkat nasional. Oleh sebab terbatasnya air sebagai sumber daya sedangkan permintaan pada air terus meningkat seiring dengan pertumbuhan ekonomi dan penduduk masalah alokasi air menjadi semakin kritis. Keterpaduan dalam alokasi air memerlukan upaya untuk memperbaiki efisiensi khususnya sektor yang adalah pengguna air yang terbesar seperti irigasi. Sampai sekarang irigasi memanfaatkan sebesar 87 persen dari total penggunaan air untuk berbagai keperluan di Indonesia dengan kecenderungan yang semakin menurun sebab meningkatnya pertumbuhan permintaan pada air di luar irigasi.
Namun demikian perbaikan efisiensi suplai irigasi paling tidak memperhatikan tiga hal sebagai berikut: Pertama, adanya kecenderungan penggunaan kembali air yang keluar dari suatu sistem irigasi, maka upaya perbaikan efisiensi irigasi hendaknya dilakukan secara terpadu dalam kerangka pengelolaan sumber daya air dalam suatu wilayah sungai, sebab bisa saja terjadi air yang keluar dari lahan irigasi dipakai untuk mengisi air tanah atau untuk keperluan memelihara ekosistem. Kedua, harus dapat diupayakan bahwa kelebihan air yang dihasilkan dari upaya perbaikan efisiensi dapat digunakan untuk tujuan-tujuan lain yang lebih menguntungkan bagi masyarakat. Ketiga, sebab jumlah petani yang terlibat dalam upaya perbaikan efisiensi relatif banyak, upaya itu hendaknya dilakukan dengan mempertimbangkan asas keadilan, artinya tidak ada lahan petani yang dirugikan dalam pelaksanaan perbaikan efisiensi itu.
Secara mendasar perubahan yang dikehendaki adalah perubahan tatanan pemerintahan yang mengatur air (water governance) dalam lingkup politik, sosial, ekonomi dan sistem administrasi. Lingkup perubahan mencakup:
(1) Faktor faktor yang mendorong perwujudan tujuan (enabling environment) termasuk di dalamnya (a) kebijakan yang mencakup pemanfaatan, dan konservasi sumber daya air, (b) perangkat perundang-undangan yang mengatur berbagai hal seperti kewenangan dalam pengelolaan, aturan pemanfaatan, dan pengelolaan konflik, dan (c) struktur insentif dan pendanaan yang memungkinkan terlibatnya berbagai pemangku kepentingan dalam pembiayaan, sebab semakin mahalnya biaya investasi sumber daya air.
(2) Pengembangan kelembagaan yang adalah salah satu kunci penting dalam mewujudkan proses keterpaduan.Diperlukan pengkajian yang lebih mendalam apakah ada kelemahan-kelemahan dalam penetapan batas kewenangan, termasuk didalamnya apakah ada kesenjangan atau tumpang tindih, dan apakah ada kegagalan dalam menyelaraskan tanggung jawab, kewenangan, dan kompetensi.
(3) Instrumen pengelolaan. Ada beberapa instrumen pengelolaan yang perlu diperhatikan antara lain pengkajian untuk menghasilkan informasi yang lebih akurat dan komprehensif, perencanaan yang menyuguhkan pilihan atau kombinasi berbagai opsi dalam pengembangan dan pemanfaatan sumber daya, pengelolaan permintaan untuk memperbaiki efisiensi,memajukan pengelolaan yang berbasis masyarakat (civil society), membangun aturan bagi penyelesaian konflik, pemberian pelayanan, kualitas air, konservasi dan tata guna lahan. Berbeda dengan pendekatan sektoral, inisiatif awal untuk memulai proses keterpaduan cakupannya diharapkan lebih dari yang biasa dilakukan dalam menangani persoalan apabila dilakukan melalui pendekatan sektoral. Ada banyak persoalan yang dapat dijadikan pintu masuk untuk memulai proses keterpaduan tergantung dari skala persoalan yang dihadapi apakah nasional, provinsi, wilayah sungai, atau pada skala kabupaten dan desa. Misalnya pada tingkat nasional sesuai dengan UU No. 7 tahun 2004 pintu masuk pendekatan keterpaduan dapat dilakukan melalui upaya membangun Dewan sumber daya Air Nasional dengan memulai membangun kriteria keterwakilan berbagai pemangku kepentingan dalam dewan itu. Demikian pula halnya pada tingkat provinsi dan kabupaten masalah-masalah yang lebih operasional dapat dijadikan pintu masuk. Suatu forum dialog antar pemangku kepentingan yang dilakukan berdasar prinsip kemitraan dan transparansi diharapkan akan menjadi pelumas proses keterpaduan.
Disunting dari :
REFORMASI IRIGASI DALAM KERANGKA PENGELOLAAN TERPADU SUMBERDAYA AIR
Effendi Pasandaran
No comments:
Post a Comment