Gerakan Perjuangan bawah tanah adalah perjuangan yang dilakukan secara tertutup dan rahasia. Perjuangan bawah tanah ini dilakukan para tokoh nasionalis yang bekerja pasa instansi-instansi pemerintahan bikinan Jepang. Jadi, di balik kepatuhannya pada Jepang, tersembunyi kegiatan-kegiatan yang memiliki tujuan menghimpun dan mempersatukan rakyat untuk meneruskan perjuangan untuk mecapai Indonesia merdeka. (Baca juga : Perjuangan Rakyat Indonesia Melawan Jepang)
Perjuangan bawah tanah ini tersebar di bermacam-macam tempat: Jakarta, Semarang, Bandung, Surabaya, serta Medan. Di Jakarta terdapat beberapa kelompok yang melaksanakan perjuangan model ini. Antara kelompok perjuangan yang satu dengan kelompok perjuangan yang lain, selalu terjadi kontak hubungan. Kelompok-kelompok perjuangan itu, antara lain:
a. Kelompok Sukarni
Sukarni adalah tokoh pergerakan pada zaman Hindia Belanda. Pada masa pendudukan Jepang, dia bekerja di Sendenbu (Barisan Propaganda Jepang) bersama-sama dengan Muhammad Yamin. Sukarni menghimpun tokoh-tokoh pergerakan yang lain, antara lain: Adam Malik, Kusnaeni, Pandu Wiguna, dan Maruto Nitimiharjo. Gerakan yang dilakukan kelompok Sukarni adalah menyebarluaskan cita-cita kemerdekaan, menghimpun orang-orang yang berjiwa revolusioner, dan mengungkapkan kebohongan-kebohongan yang dilakukan Jepang.
Sebagai pegawai Sendenbu, Sukarni bebas mengunjungi asrama Peta (Pembela Tanah Air) yang tersebar di seluruh Jawa. Karena itu, Sukarni mengetahui seberapa besar kekuatan revolusioner yang anti-Jepang. Untuk menutupi gerakannya, kelompok Sukarni mendirikan asrama politik, yang diberi nama “Angkatan Baru Indonesia” yang didukung Sendenbu. Di dalam asrama ini terkumpul para tokoh pergerakan antara lain: Ir. Sukarno, Mohammad Hatta, Ahmad Subarjo, dan Sunarya yang bertugas mendidik para pemuda tantang masalah politik dan pengetahuan umum.
Artikel lebih lengkap tentang Sukarni dapat dibaca disini.
b. Kelompok Ahmad Subarjo
Ahmad Subarjo pada masa pendudukan Jepang menjabat sebagai Kepala Biro Riset Kaigun Bukanfu (Kantor Penghubung Angkatan Laut) di Jakarta. Ahmad Subarjo berusaha menghimpun tokoh-tokoh bangsa Indonesia yang bekerja dalam Angkatan Laut Jepang. Atas dorongan dari kelompok Ahmad Subarjo, Angkatan Laut berhasil mendirikan asrama pemuda yang bernama “Asrama Indonesia Merdeka”. Di asrama Indonesia Merdeka inilah para pemimpin bangsa Indonesia memberikan pelajaran-pelajaran guna menanamkan semangat nasionalisme kepada para pemuda Indonesia.
c. Kelompok Sutan Syahrir
Sutan Syahrir adalah tokoh besar pergerakan nasional, yang pada zaman Hindia Belanda tahun 1935 dibuang ke Boven Digul di Irian Jaya, lalu dipindahkan ke Banda Neira dan terakhir ke Sukabumi. Pada masa pendudukan Jepang, Syahrir berjuang diam-diam dengan cara menghimpun teman-teman sekolahnya dulu dan rekan-rekan seorganisasi pada zaman Hindia Belanda. Terbentuklah satu kelompok rahasia, Kelompok Syahrir. Dalam perjuangannya, Syahrir juga menjalin hubungan dengan pemimpin-pemimpin bangsa yang terpaksa bekerja sama dengan Jepang. Di samping itu, hubungan kelompok Syahrir dengan kelompok perjuangan yang lain berjalan cukup baik. Karena gerak langkah Syahrir dicurigai Jepang, untuk menghilangkan kecurigaan pihak Jepang Syahrir bersedia memberi pelajaran di Asrama Indonesia Merdeka milik Angkatan Laut Jepang (Kaigun), bersama dengan Ir. Sukarno, Mohammad Hatta, Ahmad Subarjo, dan Iwa Kusumasumantri.
d. Kelompok Pemuda
Kelompok Pemuda pada masa Jepang memperoleh perhatian khusus dari pemerintah Jepang. Jepang berusaha memengaruhi para pemuda Indoensia dengan propaganda yang menarik. Dengan demikian, nantinya para pemuda Indonesia adalah alat yang ampuh guna menjalankan kepentingan Jepang. Jepang menanamkan pengaruhnya pada para pemuda Indonesia melalui kursus-kursus dan lembaga-lembaga yang sudah ada sejak zaman Hindia Belanda. Jepang mendukung berdirinya kursus-kursus yang diadakan dalam asrama-asrama, misalnya di Asrama Angkatan Baru Indonesia yang terdapat Sendenbu dan Asrama Indonesia Merdeka yang didirikan Angkatan Laut Jepang.
Namun, pemuda Indonesia baik pelajar atau mahasiswa tidak mudah termakan oleh propaganda Jepang. Mereka menyadari bahwa imperialisme yang dilakukan Jepang pada hakikatnya sama dengan imperialisme bangsa Barat. Pada masa itu, di Jakarta terdapat 2 kelompok pemuda yang aktif berjuang, yakni yang terhimpun dalam asrama Ika Daikagu (Sekolah Tinggi Kedokteran) dan kelompok pemuda yang terhimpun dalam Badan Permusyawaratan/Perwakilan Pelajar Indonesia (Baperpri). Kelompok terpelajar itu memiliki ikatan organisasi yang bernama Persatuan Mahasiswa.
Organisasi ini adalah wadah untuk menyusun aksi-aksi pada penguasa Jepang dan menyusun pertemuan-pertemuan dengan para pemimpin bangsa. Dalam perjuangannya, kelompok pemuda juga selalu berhubungan dengan kelompok-kelompok yang lain, yaitu kelompok Sukarni, kelompok Ahmad Subarjo, dan Kelompok Syahrir. Tokoh-tokoh Kelompok Pemuda yang terkenal antara lain: Chaerul Saleh, Darwis. Johar Nur, Eri Sadewo, E.A. Ratulangi, dan Syarif Thayeb.
Perjuangan bawah tanah ini tersebar di bermacam-macam tempat: Jakarta, Semarang, Bandung, Surabaya, serta Medan. Di Jakarta terdapat beberapa kelompok yang melaksanakan perjuangan model ini. Antara kelompok perjuangan yang satu dengan kelompok perjuangan yang lain, selalu terjadi kontak hubungan. Kelompok-kelompok perjuangan itu, antara lain:
a. Kelompok Sukarni
Sukarni adalah tokoh pergerakan pada zaman Hindia Belanda. Pada masa pendudukan Jepang, dia bekerja di Sendenbu (Barisan Propaganda Jepang) bersama-sama dengan Muhammad Yamin. Sukarni menghimpun tokoh-tokoh pergerakan yang lain, antara lain: Adam Malik, Kusnaeni, Pandu Wiguna, dan Maruto Nitimiharjo. Gerakan yang dilakukan kelompok Sukarni adalah menyebarluaskan cita-cita kemerdekaan, menghimpun orang-orang yang berjiwa revolusioner, dan mengungkapkan kebohongan-kebohongan yang dilakukan Jepang.
Sebagai pegawai Sendenbu, Sukarni bebas mengunjungi asrama Peta (Pembela Tanah Air) yang tersebar di seluruh Jawa. Karena itu, Sukarni mengetahui seberapa besar kekuatan revolusioner yang anti-Jepang. Untuk menutupi gerakannya, kelompok Sukarni mendirikan asrama politik, yang diberi nama “Angkatan Baru Indonesia” yang didukung Sendenbu. Di dalam asrama ini terkumpul para tokoh pergerakan antara lain: Ir. Sukarno, Mohammad Hatta, Ahmad Subarjo, dan Sunarya yang bertugas mendidik para pemuda tantang masalah politik dan pengetahuan umum.
Artikel lebih lengkap tentang Sukarni dapat dibaca disini.
b. Kelompok Ahmad Subarjo
Ahmad Subarjo pada masa pendudukan Jepang menjabat sebagai Kepala Biro Riset Kaigun Bukanfu (Kantor Penghubung Angkatan Laut) di Jakarta. Ahmad Subarjo berusaha menghimpun tokoh-tokoh bangsa Indonesia yang bekerja dalam Angkatan Laut Jepang. Atas dorongan dari kelompok Ahmad Subarjo, Angkatan Laut berhasil mendirikan asrama pemuda yang bernama “Asrama Indonesia Merdeka”. Di asrama Indonesia Merdeka inilah para pemimpin bangsa Indonesia memberikan pelajaran-pelajaran guna menanamkan semangat nasionalisme kepada para pemuda Indonesia.
c. Kelompok Sutan Syahrir
Sutan Syahrir adalah tokoh besar pergerakan nasional, yang pada zaman Hindia Belanda tahun 1935 dibuang ke Boven Digul di Irian Jaya, lalu dipindahkan ke Banda Neira dan terakhir ke Sukabumi. Pada masa pendudukan Jepang, Syahrir berjuang diam-diam dengan cara menghimpun teman-teman sekolahnya dulu dan rekan-rekan seorganisasi pada zaman Hindia Belanda. Terbentuklah satu kelompok rahasia, Kelompok Syahrir. Dalam perjuangannya, Syahrir juga menjalin hubungan dengan pemimpin-pemimpin bangsa yang terpaksa bekerja sama dengan Jepang. Di samping itu, hubungan kelompok Syahrir dengan kelompok perjuangan yang lain berjalan cukup baik. Karena gerak langkah Syahrir dicurigai Jepang, untuk menghilangkan kecurigaan pihak Jepang Syahrir bersedia memberi pelajaran di Asrama Indonesia Merdeka milik Angkatan Laut Jepang (Kaigun), bersama dengan Ir. Sukarno, Mohammad Hatta, Ahmad Subarjo, dan Iwa Kusumasumantri.
d. Kelompok Pemuda
Kelompok Pemuda pada masa Jepang memperoleh perhatian khusus dari pemerintah Jepang. Jepang berusaha memengaruhi para pemuda Indoensia dengan propaganda yang menarik. Dengan demikian, nantinya para pemuda Indonesia adalah alat yang ampuh guna menjalankan kepentingan Jepang. Jepang menanamkan pengaruhnya pada para pemuda Indonesia melalui kursus-kursus dan lembaga-lembaga yang sudah ada sejak zaman Hindia Belanda. Jepang mendukung berdirinya kursus-kursus yang diadakan dalam asrama-asrama, misalnya di Asrama Angkatan Baru Indonesia yang terdapat Sendenbu dan Asrama Indonesia Merdeka yang didirikan Angkatan Laut Jepang.
Namun, pemuda Indonesia baik pelajar atau mahasiswa tidak mudah termakan oleh propaganda Jepang. Mereka menyadari bahwa imperialisme yang dilakukan Jepang pada hakikatnya sama dengan imperialisme bangsa Barat. Pada masa itu, di Jakarta terdapat 2 kelompok pemuda yang aktif berjuang, yakni yang terhimpun dalam asrama Ika Daikagu (Sekolah Tinggi Kedokteran) dan kelompok pemuda yang terhimpun dalam Badan Permusyawaratan/Perwakilan Pelajar Indonesia (Baperpri). Kelompok terpelajar itu memiliki ikatan organisasi yang bernama Persatuan Mahasiswa.
Organisasi ini adalah wadah untuk menyusun aksi-aksi pada penguasa Jepang dan menyusun pertemuan-pertemuan dengan para pemimpin bangsa. Dalam perjuangannya, kelompok pemuda juga selalu berhubungan dengan kelompok-kelompok yang lain, yaitu kelompok Sukarni, kelompok Ahmad Subarjo, dan Kelompok Syahrir. Tokoh-tokoh Kelompok Pemuda yang terkenal antara lain: Chaerul Saleh, Darwis. Johar Nur, Eri Sadewo, E.A. Ratulangi, dan Syarif Thayeb.
No comments:
Post a Comment