Friday, 11 November 2016

Kali ini kita akan membahas tentang Terbentuknya Kesadaran Nasional, Identitas Indonesia, dan Perkembangan Pergerakan Kebangsaan Indonesia. Semoga artikel ini bermanfaat bagi kita semua, aamiin.

Terbentuknya Kesadaran Nasional, Identitas Indonesia, dan Perkembangan Pergerakan Kebangsaan Indonesia

Selain perjuangan-perjuangan yang terjadi di beberapa daerah, pada abad ke-19 timbul semangat nasionalisme yang saat itu berkembang di beberapa negara jajahan. Nasionalisme yang terjadi pada saat penjajahan, menimbulkan bermacam-macam kekerasan dalam bentuk perang untuk menentang penjajah. Sehingga beberapa daerah di Indonesia yang dipimpin oleh tokoh- tokohnya satu per satu melaksanakan perlawanan. Tidak sedikit di antara mereka yang memperjuangkan tanah air untuk mencapai kemerdekaan sampai rela mengobankan nyawanya. Karena itu, atas jasa-jasanya kita perlu menghormati dan mengenangnya. Mereka itu adalah pejuang tangguh yang dianugerahi gelar pahlawan nasional oleh pemerintah Indonesia.

A. Lahirnya Nasionalisme di Beberapa Negara Asia-Afrika


Deskripsi tentang bentuk perlawanan bangsa yang dijajah pada biasanya sudah kalian pelajari di kelas sebelumnya. Saat ini kita akan membahas munculnya sikap kepedulian pada identitas dan martabat bangsa yang terjajah, sebab hal ini penting dan memiliki pengaruh besar pada gerakan kebangkitan bangsa.

Nasionalisme yang terjadi di Indonesia sebelumnya diawali dengan terjadinya nasionalisme bangsa-bangsa di Asia-Afrika. Seperti nasionalisme Jepang, Cina, India, Filipina, dan Mesir, yang pada intinya rasa nasionalime itu muncul dengan faktor-faktor sebagai berikut.

  1. Kenangan kejayaan bangsa-bangsa Asia-Afrika pada masa lampau, seperti kita ketahui bahwa nyaris semua wilayah di Asia dan Afrika yang terjajah saat itu adalah pusat peradaban tua di dunia. 
  2. Adanya penderitaan akibat penjajahan yang kejam. 
  3. Munculnya golongan terpelajar atau cendikiawan yang secara langsung atau tidak langsung ternyata mendapat pendidikan dalam bermacam-macam bidang dari para penjajah, termasuk pendidikan politik. 
  4. Pengaruh dari perang di Asia yang dimenangkan oleh Jepang atas Rusia tahun 1905. 
  5. Kemajuan dalam bidang politik, seperti munculnya kelompok-kelompok partai politik, bidang ekonomi dan sosial budaya yang semakin banyak mengetahui adanya persamaan derajat dan martabat umat manusia di seluruh dunia.

Gerakan nasionalisme Asia-Afrika ini adalah reaksi pada kaum imperialisme barat, yang dibagi atas dua macam gerakan reaksi, yaitu:
  1. Zelotisme, yaitu reaksi atau sikap menutup pintu wilayah mereka dari kekuasaan asing. Atau dengan kata lain dikenal dengan isolasi dan perlawanan pasif. 
  2. Herodianisme, yaitu reaksi dengan taktis yang cerdik dengan cara mengikuti dan menyadap informasi sebagai pengetahuan sebagai bekal untuk menindas para penjajah.

B. Pertumbuhan dan Perkembangan Nasionalisme di Indonesia


Pada umumnya, semua gerakan nasionalisme bangsa-bangsa Asia-Afrika sangat memiliki pengaruh terhadap pergerakan nasionalisme Indonesia. Semangat nasionalisme Indonesia mulai tumbuh dan memperlihatkan kekuatannya pada penjajah biasanya dan Belanda khususnya sejak penghujung abad ke- 19. Pada saat itu, Belanda hanya memerhatikan kepentingan bangsanya sendiri dan mengeruk keuntungan dari wilayah Indonesia. Kondisi itulah yang menjadi aspek utama munculnya gerakan nasionalisme di Indonesia. Untuk menambah keyakinan dan kepastian bahwa masyarakat Indonesia berjuang keras menentang penjajah keadaan seperti itu boleh dikatakan sebagai Kebangkitan Nasional, maknanya bangunnya seluruh kemampuan bangsa Indonesia untuk merdeka, dengan beberapa alasan utama sebagai berikut.

  1. Penindasan yang dilakukan penjajah Belanda, seperti diperlakukannya program tanam paksa yang banyak merugikan para petani dan pemilik lahan.
  2. Adanya pendidikan luar negeri yang diterima oleh sebagian bangsa Indonesia, baik yang belajar dari negeri barat atau negeri timur. Tetapi yang paling memiliki pengaruh ialah pendidikan Barat ala Belanda yang diselenggarakan di Indonesia, walapun sebagian sekolah hanya diperuntukkan oleh kelompok tertentu saja. Adapun jenis-jenis sekolah yang berperan dalam perkembangan pendidikan masyarakat Indonesia saat penjajahan Belanda antara lain: ELS (Europeesch Lagere School) atau HIS (Hollandsch Indische School) selama waktu 7 tahun sebagai pendidikan tingkat dasar, 2) Sekolah Lanjutan HBS (Hogere Burger School) dan AMS (Algmenene Middelbare School) yang sekarang setingkat SMA, 3) Sekolah Bumi Putera (Inlandsche School) yang bahasa pengantarnya adalah bahasa daerah, 4) Sekolah Desa (Volksch School), 5) Sekolah Desa Lanjutan (Vervolksch School), 6) MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs) atau setingkat SMP, dan 7) Stovia (School Toot Opleiding van Inlandsche Artsen) yaitu sekolah Dokter Jawa yang lamanya 7 tahun kelanjutan dari MULO.
  3. Munculnya gerakan Islam modern, yang dapat berfungsi sebagai pemersatu bangas Indonesia yang mayoritas beragama Islam, dan mereka tidak setuju dengan semua kebijakan Belanda yang jauh dari ketentuan kehidupan Islam.
  4. Dominasi ekonomi kaum Timur Asing terutama Cina, yang saat itu oleh Belanda diberi keleluasaan dalam menguasai bidang perdagangan.
  5. Perkembangan media pers sebagai perangkat komunikasi.
  6. Diberlakukannya politik Etis yang adalah politik balas jasa dari Belanda kepada Indonesia yang dicetuskan oleh Van de Venter, isinya dikenal dengan Trias Vandeventer yaitu irigasi, migrasi dan edukasi.
  7. Ketidakpuasan dengan dibentuknya suatu sistem kehidupan diskriminasi. Bangsa Indonesia sebagai pribumi diposisikan sebagai golongan kelas tiga paling bawah setelah orang Eropa dan Timur Asing.

Nasionalisme di Indonesia mengalami kemajuan sangat pesat saat organisasi Budi Utomo diakui secara resmi oleh pemerintah Belanda pada tahun 1908. Adapun tahapan nasionalisme yang berjalan di Indonesia sampai mencapai kemerdekaannya adalah sebagai berikut.

  1. Nasionalisme sosial dan kebudayaan (1900–1912), diorientasikan pada perbaikan dan perkembangan sistem kehidupan masyarakat pribumi.
  2. Nasionalisme politik (1912–1921), mengarahkan penduduk Indonesia untuk mengerti akan politik dan saat itu banyak didirikan partai politik.
  3. Nasionalisme militan (1921–1926), diketengahkan setelah bangsa Indonesia mengerti politik dan perjuangan organisasinya yang dilandasi dengan semangat militansi tinggi.
  4. Nasionalisme politik radikal (1926–1933), menyadarkan segala macam aktivitas partai politik dan organisasi yang berkembang dengan sifat nonkooperatif.
  5. Nasionalisme moderat (1933–1941), dikembangkannya sikap kebijakan partai untuk mengambil keputusan yang matang.
  6. Nasionalisme pendudukan Jepang (1942–1945), adalah tindakan terakhir yang membawa akibat pada ke- merdekaan Indonesia.

C. Organisasi-Organisasi Pergerakan Nasional di Indonesia


Munculnya organisasi-organisasi yang membawa pada pergerakan nasionalisme Indonesia latar belakangnya ternyata terlahir dari bermacam-macam golongan, terutama golongan pelajar, kaum nasionalis, aliran sekuler, gerakan profesi, serta gerakan awal wanita. Berikut akan kita bahas deskripsinya secara singkat. Munculnya organisasi-organisasi yang membawa pada pergerakan nasionalisme Indonesia latar belakangnya ternyata terlahir dari bermacam-macam golongan, terutama golongan pelajar, kaum nasionalis, aliran sekuler, gerakan profesi, serta gerakan awal wanita. Berikut akan kita bahas deskripsinya secara singkat.

a. Budi Utomo

Latar belakang munculnya organisasi Budi Utomo sebab adanya kondisi kehidupan yang sangat memprihatinkan. Namun sejak diberlakukannya politik etis, ternyata mendatangkan akibat positif pada perkembangan pen- didikan penduduk pribumi. Hanya di lain pihak para pelajar Indonesia ini mengalami kesulitan dalam mendapat dana. Hal ini mengundang keprihatinan dr. Wahidin Sudirohusodo untuk berusaha mengumpulkan dana dengan melaksanakan propaganda keliling Pulau Jawa. Ide itu lalu diterima oleh dr. Sutomo yang saat itu sedang belajar di Stovia. Penghimpunan dana ini juga ditujukan untuk merealisasikan pengajaran dan pendidikan masyarakat Jawa yang tidak terlepas dari budaya aslinya yang digabungkan dengan pola pendidikan barat. Akhirnya, pada 20 Mei 1908, Sutomo dan rekan-rekannya berhasil mendirikan sebuah organisasi di Jakarta yang bernama Budi Utomo. Sehingga sampai sekarang tanggal itu diperingati sebagai Hari Kebangkitan Nasional.

Terbentuknya Kesadaran Nasional, Identitas Indonesia
dr. Wahidin Sudirohusodo
Ketika mengembangkan Budi Utomo, Sutomo dan kawan- kawan memperkenalkan cara-cara organisasi modern yang mengarah kepada kesadaran pribumi untuk memegang teguh paham dan ideologinya. Dari sanalah muncul perubahan-perubahan sosial dan politik pada masyarakat pribumi.

Kemunculan organisasi Budi Utomo berakibat tanggapan dan reaksi dari Belanda. Ada beberapa tanggapan yang mengatakan mengenai terbentuknya Budi Utomo. Menurut sebagian golongan, Budi Utomo adalah gerakan renaissance budaya Indonesia. Sementara, ada sekelompok golongan terutama kaum priayi dengan kelas sosial tinggi kurang setuju dengan adanya Budi Utomo, sebab mereka khawatir kehadirannya akan mengganggu dan mengubah status mereka saat itu. Akhirnya, golongan priayi ini (regent bond) membentuk organisasi di Semarang pada tahun yang sama dengan nama Setia Mulia. Tetapi beberapa kelompok lain seperti para bupati ternyata sangat mendukung kedatangan Budi Utomo.

Dengan hadirnya Budi Utomo, ternyata semangat ke- bangsaan dari suku-suku bangsa di Indonesia semakin bertambah besar, terbukti dengan diselenggarakannya Kongres Budi Utomo pada 3-5 Oktober 1908. Dalam perjuangannya, Budi Utomo memilili dua prinsip, yaitu prinsip yang diwakili oleh golongan muda yang cenderung menangani masalah politik dalam meng- hadapi pemerintah kolonial, dan prinsip kedua yang diwakili oleh golongan tua dengan petunjuk dan perjuangan melalui sosial budaya.

b. Sarekat Islam 
Pada awalnya, Sarekat Islam (SI) hanyalah sebuah perkumpulan para pedagang yang diberi nama Sarekat Dagang Islam yang dipelopori oleh K.H. Samanhudi, seorang pengusaha batik dari kampung Lawean (Kolo). Pada awalnya, tujuannya hanya untuk mengimbangi supaya persaingan dapat diatasi dalam menghadapi pedagang asing. Pada tahun 1912 Sarekat Dagang Islam diubah menjadi Sarekat Islam di bawah pimpinan H.U.S. Cokroaminoto dengan beranggotakan semua kalangan masyarakat yang bermacam-macam Islam. Kegiatan Sarekat Islam menjadi terfokus pada masalah- masalah keagamaan dengan segala bukti nyatanya.

Namun, tujuan utama Sarekat Islam tetap yaitu mengembang- kan ekonomi Islam seperti yang dikemukakan oleh Haji Umar Said Cokroaminoto pada rapat besar di kebun hewan Surabaya pada 26 Januari tahun 1913. Setelah SI mengalami perkembangan, pemerintah Belanda merasa khawatir sebab dianggapnya SI dapat membahayakan kedudukan pemerintah Belanda, apalagi setelah keanggotaan SI semakin luas dan besar serta berhasil mengadakan Kongres Nasional.

Kongres Nasional I diselenggarakan di Jakarta dengan dihadiri oleh 360.000 anggota dan masih H.U.S. Cokroaminoto yang terpilih sebagai pimpinan SI. Sebelum Kongres Nasional tahunan yang kedua (1917), muncul aliran revolusioner yang dipimpin oleh Samaun. Pada tahun 1918 dalam kongres ketiga pengaruh Samaun yang hanya sebagai Ketua SI Lokal Semarang semakin menjalar dalam organisasi SI secara keseluruhan (CSI = Central Sarekat Islam). Rupanya dengan hadirnya, aliran revolusioner adalah awal perpecahan dalam organisasi SI.

Perkembangan Pergerakan Kebangsaan Indonesia
Cokroaminoto
Buktinya dalam kongres keempat tahun 1919, SI memerhatikan golongan buruh sebab diduga untuk mempersiapkan kemajuan menurut anggapan mereka hancur perekonomian tidak semata- mata penjajah melainkan adanya kapitalis dari para pengusaha lokal juga, sehingga pengaruh komunis sudah semakin merasuk pada organisasi ini. Terbukti saat dilakukannya kongres kelima tahun 1921 SI terpecah menjadi dua kelompok, yaitu SI Putih di bawah pimpinan H.U.S. Cokroaminoto dan SI Merah dipimpin oleh Samaun yang akhirnya berkembang menjadi organisasi yang berhaluan komunis. Tahun 1933 Central Sarekat Islam berubah menjadi Parti Sarekat Islam yang kehidupan organisasinya semakin kompleks dan pada tahun 1927 PSI berubah kembali menjadi PSII Partai Sarekat Islam Indonesia.

c. Indische Partij

Organisasi politik Indische Partij ini didirikan oleh Ernest Eugene Francois Douwes Dekker (Dr. Danudirja Setia Budhi), dr. Cipto Mangunkusumo , dan Suwardi Suryaningrat (Ki Hajar Dewantara) yang dikenal dengan nama “Tiga Serangkai”, pada 25 Desember 1912 di Bandung. Perhimpunan ini termasuk organisasi yang mempunyai keistimewaan, sebab walaupun usianya pendek, tetapi anggaran dasarnya dijadikan sebagai peletak dasar politik Indonesia sebagai organisasi campuran antara orang Indo dengan pribumi.

Namun sebab prinsipnya yang sangat radikal dalam mengiginkan Indonesia merdeka, maka pemerintah Belanda sangat menentang dan hati-hati untuk berhubungan dengan Indische Partij. Sehingga perjuangannya untuk mendapatkan badan hukum ternyata sia-sia, sebab pada 4 Maret 1913 perhimpunan ini ditutup dan dianggap sebagai organisasi terlarang. Ketiga tokohnya diasingkan ke Belanda. Namun Cipto Mangunkusumo dikembalikan sebab sakit, dan pada tahun 1919 Setia Budhi dan Suwardi Suryaningrat juga dikembalikan dan mereka tetap terjun dalam dunia politik untuk memikirkan perjuangan bangsa dalam merebut kemerdekaan.

d. Muhamadiyah

Muhamadiyah adalah organisasi yang berakar pada keagamaan. Organisasi ini didirikan di Yogyakarta pada 18 November 1912, di bawah pimpinan K.H. Ahmad Dahlan. Tujuan pendirian Muhamadiyah adalah sebagai tanggapan atas dasar saran Budi Utomo dengan maksud memberi pelajaran agama kepada anggotanya, sehingga kelompok Muhamadiyah dikatakan sebagai organisasi agama yang modern. Pelaksanaan program kerjanya dimulai dengan mendirikan sekolah yang berlandaskan agama, panti asuhan, panti jompo dan fakir miskin serta balai pengobatan dan rumah sakit. Perkumpulan ini tetap berpusat di Yogyakarta.

Pada 20 Desember 1912, Muhamadiyah menginginkan organisasinya mempunyai badan hukum dan ternyata dikabulkan oleh gubernur jenderal yang memerintah pada saat itu, dengan

dikeluarkannya Govermen Besluit (SK) nomor 81 tanggal 22 Agustus 1914. Ternyata setelah Muhamadiyah berbadan hukum, perkumpulan sejenis tidak hanya terdapat di Yogyakarta saja, melainkan muncul di beberapa wilayah di Indonesia, terutama di sekitar pesantren-pesantren yang sering mengadakan perkumpulan (tablig). Atas persetujuan pemerintah Belanda, Muhamadiyah berhak mendirikan cabang di semua wilayah. Peranan Muhamadiyah sangat besar dalam mempersiapkan perlawanan pada dominasi asing. Sebab dengan hadirnya organisasi ini, tingkat pendidikan masyarakat Indonesia menjadi lebih maju, baik dalam pendidikan agama atau pendidikan umum.

e. Gerakan Pemuda Seluruh Indonesia

Titik api yang bersinar dari gerakan Budi Utomo, ternyata membawa akibat dan respons baik dari seluruh pemuda yang ada di Indonesia. Hal ini terbukti dengan bermunculannya perhimpunan gerakan-gerakan pemuda di Indonesia. Di antara perhimpunan itu pada tahun 1914 berdiri Perkumpulan Pasundan yang memiliki tujuan untuk mempertinggi derajat kesopanan, kecerdasan dan memperluas kesempatan kerja, dengan beberapa pimpinan seperti R. Kosasih Surakusumah, R. Otto Kusumah dan Jayadiningrat. Kemudian orang-orang Ambon yang bertempat tinggal di Jawa membentuk perkumpulan Sarekat Ambon di bawah pimpinan A.J. Patty yang ingin mempersiapkan pemerintah yang berparlemen. Namun, sebab gerakannya yang radikal, A.J. Patty dibuang ke Bangka.

Pada 16 Agustus 1927, di Jakarta dibentuk Organisasi Persatuan Minahasa di bawah pimpinan dr. Tumbelaka dan Sam Ratulangi. Kemudian, berdiri pula Sarekat Celebes akibat dari adanya kesalahpahaman. Selain itu, banyak pula berdiri kumpulan pemuda seperti Sarekat Madura, Perserikatan Timor, dan Sarekat Sumatra. Perkembangan organisasi pemuda ini berakibat pada terbentuknya perkumpulan pemuda kedaerahan.

f. Organisasi Kepanduan 
Sejalan dengan lahirnya organisasi pemuda, lahir juga perkumpulan kepanduan yang berupa organisasi lanjutan dari induk organisasi asalnya. Pada awalnya, organisasi kepanduan hanya menghimpun kelompok pemuda yang gemar melaksanakan kegiatan olahraga. Organisasi kepanduan yang pertama kali berdiri adalah Javaansche Padvinders Organisatie (JPO) yang berkedudukan di Solo, berdiri pada tahun 1916. Di kalangan anak-anak keturunan Eropa juga berdiri organisasi Neda Indische Padvinders Vereeninging (NIPV) tahun 1917. Setelah melewati tahun 1920, organisasi kepanduan ini semakin berkembang dan mengikuti perkembangan paham nasionalisme, maka ber- munculan puluhan organisasi sejenis, seperti Sarekat Islam Afdeling Pandu (SIAP), Hizbul Wathon, dan Pandu Pemuda Sumatra. Akhirnya, keberadaan semua organisasi kepanduan ini dapat menopang kehidupan organisasi politik. Akhirnya, muncul Kepanduan Rakyat Indonesia (KRI), hanya sebab dicurigai oleh pemerintah Belanda, KRI dilarang untuk berkumpul dan melaksanakan kegiatan.

g. Taman Siswa 
Setelah dipulangkan ke Indonesia Suwardi Suryaningrat atau dikenal dengan sebutan Ki Hajar Dewantara, masih tetap mempunyai keinginan untuk memajukan bangsanya. Hingga pada tahun 1922, dia mendirikan perguruan Taman Siswa. Taman Siswa ini lahir dengan tujuan untuk memperbaiki sistem pendidikan secara kultural yang dapat diselenggarakan dengan baik. Bahkan organisasi ini menjadi tonggak untuk penataan pengembangan pendidikan nasional. Keistimewaan dari Taman Siswa ialah pelaksanaan kepemimpinan dalam organisasi yang demokratis, dan mengedepankan kepentingan rakyat. Seorang pemimpin wajib menjadi kunci untuk keberhasilan dan kemajuan rakyatnya, salah satu caranya yaitu berjuang dan belajar. Sehingga pada akhirnya, organisasi ini mengetahui betul mengenai peranan pen- didikan nasional sebagai perangkat untuk mencapai kemerdekaan. Taman Siswa mempunyai pedoman sebagai berikut. “Ing ngarso sing tulodo, Ing madya mangun karso, Tut wuri handayani”

Pedoman itu dapat diartikan sebagai prinsip seorang pemimpin. Jika di depan ia harus menjadi teladan, jika di tengah ia harus mampu membangun dan di belakang ia harus mampu memberi soko atau dukungan baik. Ketangguhan dan kehebatan Taman Siswa ialah dalam pelaksanaan pendidikannya. Pada umumnya, pelaksanaan pendidikan diserahkan kepada pihak swasta, sehingga cegahan kolonial Belanda pada jalannya pendidikan menjadi terbatas. Akibatnya, Belanda merasa takut Taman Siswa ini akan menghancurkan pemerintahannya. Saat itu pemerintah mengeluarkan peraturan mengenai adanya sekolah liar, dan akhirnya Taman Siswa mempunyai keterbatasan dalam melaksanakan pergerakannya. Tetapi undang-undang mengenai sekolah liar ini banyak dimengenai oleh beberapa tokoh pemuda pendidik yang lain di luar Pulau Jawa.

h. Partai Komunis Indonesia
Cikal bakal lahirnya Partai Komunis Indonesia yaitu terjadinya perpecahan Sarekat Islam. Dengan hadirnya golongan revolusioner yang membentuk SI Merah ternyata berakibat pada berkembangnya pemikiran sosialis pada suatu organisasi atau perkumpulan. Bersamaan dengan hal itu, muncul pula lahirnya Marxisme Belanda di bawah pimpinan Sneevliet dan didukung oleh tokoh dari Indonesai yaitu Samaun. Dilihat dari pelaksanaan politiknya, PKI ini ialah salah satu organisasi politik yang radikal, sehingga keberadaannya dilarang oleh pemerintah Belanda. Namun secara diam-diam dan ilegal Samaun, Darsono, dan Alin tetap menjalankan aktivitas politik bahkan sempat mendirikan Partai Republik Indonesia (PARI).

i. Gerakan Wanita 
Pelopor yang mendukung adanya keikutsertaan wanita dalam berjuang merebut kemerdekaan ialah Raden Ajeng Kartini. Idealisme yang disebut dengan gerakan emansipasi wanita itu tumbuh sebab Kartini hidup di kalangan bangsawan. Dia sering memerhatikan mengenai budaya barat dengan sungguh- sungguh. Sebagai hasil realisasi dari Kartini dalam memajukan pendidikan untuk kaum wanita, timbulah pergerakan dari kaum wanita Indonesia. Pada awalnya, organisasi kewanitaan yang diselenggarakan Kartini hanyalah sebatas pendidikan kecakapan wanita sebagai ibu rumah tangga, tetapi itu hanya terjadi sebelum tahun 1920. Setelah Kartini memeloporinya, muncul organisasi wanita yang membekali bahwa wanita itu mempunyai hak yang sama dalam bermacam-macam kehidupan, seperti Organisasi Putri Mardika, serta sekolah-sekolah wanita yang lain.

Terbentuknya Kesadaran Nasional
Kartini
Di daerah Pasundan ada tokoh yang bernama Raden Dewi Sartika yang menyelenggarakan Sekolah Kautamaan Istri, nyaris di semua kabupaten di Jawa Barat. Kemudian, di Yogyakarta berdiri pula organisasi kewanitaan yang bernama Sopa Tresna, yang lalu menjadi bagian dari organisasi Muhamadiyah dan namanya menjadi Aisyiyah. Di Sumatra berdiri Organisasi Keutamaan Istri Minangkabau dan Kerajinan Amal Setia. Ternyata setelah tahun 1920, perkumpulan wanita ini muncul menjadi organisasi sosial yang lebih luas. Seperti di Minahasa, didirikan organisasi De Gorontalosche Muhamedaansche Vroumen Vereeinging, yang adalah tonggak untuk lahirnya organisasi wanita yang menolong dalam gerakan kebangkitan nasional.

j. Partai Nasional Indonesia 
Keadaan sosial politik yang semakin sulit membuat beberapa organisasi berusaha untuk menyesuaikan diri dengan orientasi baru. Seperti penyimpangan yang dilakukan PKI pada tahun 1926, berakibat tumbuhnya semangat untuk menyusun kekuatan baru, terutama golongan nasionalis.

Pada awal tahun 1927 berdiri sebuah perkumpulan yang bernama Partai Nasional Indonesia (PNI) yang didirikan oleh Ir. Soekarno. Meski arahannya pada situasi politik, namun beberapa pengikutnya seperti Mohammad Hatta tetap menekankan pada aspek pendidikan. Pada 4 Juli 1927, kelompok nasionalis mengadakan perkumpulan di Bandung yang memiliki tujuan untuk mendukung berdirinya PNI. Adapun tujuan dari PNI yang sebenarnya adalah ingin mencapai Indonesia merdeka.

Di bawah pimpinan Bung Karno (sebutan untuk Ir. Soekarno), kemajuan PNI semakin bertambah pesat. Namun sayang, keberada- annya tetap tidak disetujui oleh pemerintah Belanda, sehingga tersiar kabar bahwa PNI sebagai provokator yang akan melaksanakan pemberontakan pada tahun 1930. Akhirnya, pemimpin-pemimpin PNI termasuk Bung Karno ditangkap oleh Belanda pada 24 Desember 1929, lalu perkaranya diserahkan ke pengadilan. Saat jalannya sidang, semua warga

memiliki pencurahan perhatiannya kepada Bung Karno. Bahkan beberapa surat kabar pun menghimpun pembicaraan Bung Karno saat di pengadilan. Meski Bung Karno mendapatkan pembelaan, namun keputusan menjatuhkan hukuman pada Bung Karno selama 4 tahun. Hukuman itu diartikan oleh seluruh pengikut nasionalis bahwa siapa yang bertindak seperti Bung Karno takut dikategorikan sebagai kejahatan politik, maka demi keselamatan pada tahun 1931 pengurus-pengurus PNI secara berangsur membubarkan diri.

k. Partai Indonesia (Partindo) 
Karena PNI sudah dinyatakan sebagai partai terlarang, maka tokoh-tokoh nasionalis membentuk panitia untuk mendirikan partai baru. Di bawah pimpinan Sartono, pada 1 Mei 1931 diumumkanlah berdirinya perkumpulan baru yang dinamakan dengan Partai Indonesia. Partai ini masih adalah kelanjutan dari PNI, agar diharapkan para anggota PNI yang sudah bubar masuk menjadi anggota Partindo. Tujuan Partindo adalah untuk mncapai kemerdekaan Indonesia. Meski Bung Karno belum menjadi anggota Partindo, namun dia pernah melaksanakan pidato dalam kongres Partindo di Jakarta pada 15-17 Mei 1932.

Setelah Bung Karno menjadi anggota, jabatannya sebagai ketua cabang Partindo di Bandung dan ternyata memiliki pengaruh besar pada jumlah anggota Partindo yang terus meningkat. Dan akibatnya kembali terjadi pengawasan pemerintah Belanda yang sangat ketat. Sampai berpuncak pada penangkapan Bung Karno untuk kedua kalinya dan lalu dibuang ke Ende pada 1 Agustus 1933. Sejak saat itu, kembali pergerakan partai politik dipersempit, dan larangan pun mulai datang dari pemerintah. Akhirnya, Partindo membubarkan diri pada 18 November 1936.

Sumber : IPS Terpadu - SMP Kelas VIII




No comments:

Post a Comment