Pada era Kolonialisme belanda di bentuklah suatu kongsi dagang yang bernama Vereenigde Oost Indische Compagnie (VOC). Suatu kongsi dagang yang memonopoli dagang dan hasil bumi nusantara, di balik itu rayat indonesia tida terima atas keserakahan VOC itu, sehingga terjadilah perang dimana-mana.
Kerajaan Makassar, dengan didukung oleh pelaut-pelaut ulung, mencapai puncak kejayaannya pada masa pemerintahan Sultan Hasanudin antara tahun 1654 - 1669. Pada pertengahan abad ke-17, Kerajaan Makasar menjadi pesaing berat untuk kompeni VOC pelayaran dan perdagangan di wilayah Indonesia Timur. Persaingan dagang itu berasa semakin berat untuk VOC sehingga VOC berpura-pura ingin membangun hubungan baik dan saling menguntungkan. Upaya VOC yang sepertinya terlihat baik ini disambut baik oleh Raja Gowa dan lalu VOC diizinkan berdagang secara bebas. Setelah mendapatkan kesempatan berdagang dan mendapatkan pengaruh di Makasar, VOC mulai menunjukkan perilaku dan niat utamanya, yaitu mulai mengajukan tuntutan kepada Sultan Hasanuddin.
Tuntutan VOC pada Makasar dimengenai oleh Sultan Hasanudin dalam bentuk perlawanan dan penolakan semua bentuk isi tuntutan yang diajukan oleh VOC. Oleh sebab itu, kompeni selalu berusaha mencari jalan untuk menghancurkan Makassar sehingga terjadilah beberapa kali pertempuran antara rakyat Makassar melawan VOC.
Pertempuran pertama terjadi pada tahun 1633 dan pertempuran kedua terjadi pada tahun 1654. Kedua pertempuran itu diawali dengan perilaku VOC yang berusaha menghalang-halangi pedagang yang masuk atau keluar Pelabuhan Makasar. Dua kali upaya VOC itu mengalami kegagalan sebab pelaut Makasar memberikan perlawanan sengit pada kompeni. Pertempuran ketiga terjapada tahun 1666 - 1667 dalam bentuk perang besar. Ketika VOC menyerbu Makasar, pasukan kompeni ditolong oleh pasukan Raja Bone (Aru Palaka) dan Pasukan Kapten Yonker dari Ambon. Pasukan angkatan laut VOC, yang dipimpin oleh Speelman, menyerang pelabuhan Makasar dari laut, sedangkan pasukan Aru Palaka mendarat di Bonthain dan berhasil mendorong suku Bugis agar melaksanakan pemberontakan pada Sultan Hasanudin serta melaksanakan penyerbuan ke Makasar.
Peperangan berlangsung seru dan cukup lama, tetapi pada saat itu Kota Makassar masih dapat dipertahankan oleh Sultan Hasanudin. Pada akhir kesempatan itu, Sultan Hasanudin terdesak dan dipaksa untuk menandatangani perjanjian perdamaian di Desa Bongaya pada tahun 1667.
Perlawanan rakyat Makasar akhirnya mengalami kegagalan. Salah satu faktor penyebab kegagalan rakyat Makasar adalah keberhasilan politik adu domba Belanda pada Sultan Hasanudin dengan Aru Palaka. Perlawanan rakyat Makasar selanjutnya dilakukan dalam bentuk lain, seperti menolong Trunojoyo dan rakyat Banten setiap melaksanakan perlawanan pada VOC.
Perlawanan Rakyat Makasar Terhadap VOC Belanda
Di Sulawesi Selatan, perlawanan pada kolonialisme Belanda dilakukan Kerajaan Gowa dan Tallo, yang lalu bergabung menjadi Kerajaan Makasar. Dilihat dari letak geografisnya, letak wilayah Kerajaan Makasar sangat strategis dan mempunyai kota pelabuhan sebagai pusat perdagangan di Kawasan Indonesia Timur.Kerajaan Makassar, dengan didukung oleh pelaut-pelaut ulung, mencapai puncak kejayaannya pada masa pemerintahan Sultan Hasanudin antara tahun 1654 - 1669. Pada pertengahan abad ke-17, Kerajaan Makasar menjadi pesaing berat untuk kompeni VOC pelayaran dan perdagangan di wilayah Indonesia Timur. Persaingan dagang itu berasa semakin berat untuk VOC sehingga VOC berpura-pura ingin membangun hubungan baik dan saling menguntungkan. Upaya VOC yang sepertinya terlihat baik ini disambut baik oleh Raja Gowa dan lalu VOC diizinkan berdagang secara bebas. Setelah mendapatkan kesempatan berdagang dan mendapatkan pengaruh di Makasar, VOC mulai menunjukkan perilaku dan niat utamanya, yaitu mulai mengajukan tuntutan kepada Sultan Hasanuddin.
Tuntutan VOC pada Makasar dimengenai oleh Sultan Hasanudin dalam bentuk perlawanan dan penolakan semua bentuk isi tuntutan yang diajukan oleh VOC. Oleh sebab itu, kompeni selalu berusaha mencari jalan untuk menghancurkan Makassar sehingga terjadilah beberapa kali pertempuran antara rakyat Makassar melawan VOC.
Pertempuran pertama terjadi pada tahun 1633 dan pertempuran kedua terjadi pada tahun 1654. Kedua pertempuran itu diawali dengan perilaku VOC yang berusaha menghalang-halangi pedagang yang masuk atau keluar Pelabuhan Makasar. Dua kali upaya VOC itu mengalami kegagalan sebab pelaut Makasar memberikan perlawanan sengit pada kompeni. Pertempuran ketiga terjapada tahun 1666 - 1667 dalam bentuk perang besar. Ketika VOC menyerbu Makasar, pasukan kompeni ditolong oleh pasukan Raja Bone (Aru Palaka) dan Pasukan Kapten Yonker dari Ambon. Pasukan angkatan laut VOC, yang dipimpin oleh Speelman, menyerang pelabuhan Makasar dari laut, sedangkan pasukan Aru Palaka mendarat di Bonthain dan berhasil mendorong suku Bugis agar melaksanakan pemberontakan pada Sultan Hasanudin serta melaksanakan penyerbuan ke Makasar.
Peperangan berlangsung seru dan cukup lama, tetapi pada saat itu Kota Makassar masih dapat dipertahankan oleh Sultan Hasanudin. Pada akhir kesempatan itu, Sultan Hasanudin terdesak dan dipaksa untuk menandatangani perjanjian perdamaian di Desa Bongaya pada tahun 1667.
Perlawanan rakyat Makasar akhirnya mengalami kegagalan. Salah satu faktor penyebab kegagalan rakyat Makasar adalah keberhasilan politik adu domba Belanda pada Sultan Hasanudin dengan Aru Palaka. Perlawanan rakyat Makasar selanjutnya dilakukan dalam bentuk lain, seperti menolong Trunojoyo dan rakyat Banten setiap melaksanakan perlawanan pada VOC.
No comments:
Post a Comment