Pada era Kolonialisme belanda di bentuklah suatu kongsi dagang yang bernama Vereenigde Oost Indische Compagnie (VOC). Suatu kongsi dagang yang memonopoli dagang dan hasil bumi nusantara, di balik itu rayat indonesia tida terima atas keserakahan VOC itu, sehingga terjadilah perang dimana-mana. Salah satunya adalah rakyat Riau, mereka tidak terima atas monopoli yang dilakukan belanda, sehingga mereka melaksanakan genjatan senjata yang sering disebut “Rakyat Riau Angkat Senjata”.
Ambisi untuk melaksanakan monopoli perdagangan dan menguasai bermacam-macam daerah di Nusantara terus dilakukan VOC. Di samping menguasai Malaka, VOC juga mulai mengincar Kepulauan Riau. Dengan politik memecah belah VOC mulai berhasil menanamkan pengaruhnya di Riau. Kerajaan kerajaan kecil seperti Siak, Indragiri, Rokan, dan Kampar semakin terdesak oleh pemaksaan monopoli dan tindakan sewenang-wenang dari VOC. Oleh sebab itu, beberapa kerajaaan mulai melancarkan perlawanan.
Salah satu contoh perlawanan di Riau adalah perlawanan yang dilancarkan oleh Kerajaan Siak Sri Indrapura. Raja Siak Sultan Abdul Jalil Rahmat Syah (1723 – 1744) memimpin rakyatnya untuk melawan VOC. Setelah berhasil merebut Johor lalu ia membuat benteng pertahanan di Pulau Bintan. Dari pertahanan di Pulau Bintan ini pasukan Sultan Abdul Jalil mengirim pasukan di bawah komando Raja Lela Muda untuk menyerang Malaka. Uniknya dalam pertempuran ini Raja Lela Muda selalu mengikutsertakan puteranya yang bernama Raja Indra Pahlawan. Itulah sebabnya sejak remaja Raja Indra Pahlawan sudah mempunyai kepandaian berperang. Sifaf bela negara/ tanah air sudah mulai tertanam pada diri Raja Indra Pahlawan.
Dalam suasana konfrontasi dengan VOC itu, Sultan Abdul Jalil Rahmat Syah wafat. Sebagai gantinya diangkatlah puteranya yang bernama Muhammad Abdul Jalil Muzafar Syah (1746 -1760). Raja ini juga mempunyai naluri seperti ayahandanya yang ingin selalu memerangi VOC di Malaka dan sebagai komandan perangnya adalah Raja Indra Pahlawan. Tahun 1751 berkobar perang melawan VOC.
Sebagai strategi menghadapi serangan Raja Siak, VOC berusaha memutus jalur perdagangan menuju Siak. VOC mendirikan benteng pertahanan di sepanjang jalur yang menghubungkan Sungai Indragiri, Kampar, sampai Pulau Guntung yang berada di muara Sungai Siak. Kapal-kapal dagang yang akan menuju Siak ditahan oleh VOC. Hal ini adalah pukulan untuk Siak. Oleh sebab itu segera dipersiapkan kekuatan yang lebih besar untuk menyerang VOC. Sebagai pucuk pimpinan pasukan dipercayakan kembali kepada Raja Indra dan Panglima Besar Tengku Muhammad Ali. Dalam serangan ini diperkuat dengan kapal perang “Harimau Buas” yang dilengkapi dengan lancang serta perlengkapan perang secukupnya. Terjadilah pertempuran sengit di Pulau Guntung (1752 – 1753). Ternyata benteng VOC di Pulau Guntung itu berlapis-lapis dan dilengkapi meriam-meriam besar.
Dengan demikian pasukan Siak sulit menembus benteng pertahanan itu. Namun banyak pula jatuh korban dari VOC, sehingga VOC wajib mendatangkan pertolongan kekuatan termasuk juga orang-orang Cina. Pertempuran nyaris berlangsung satu bulan. Sementara VOC terus mendatangkan bantuan. Melihat situasi yang demikian itu kedua panglima perang Siak menyerukan pasukannya untuk mundur kembali ke Siak. Sultan Siak bersama para panglima dan penasihat mengatur siasat baru. Disepakati bahwa VOC wajib dilawan dengan tipu daya. Sultan diminta berpura-pura berdamai dengan cara memberikan hadiah kepada Belanda.
Oleh sebab itu, siasat ini dikenal dengan “siasat hadiah sultan”. VOC setuju dengan ajakan damai ini. Perundingan damai diadakan di loji di Pulau Guntung. Pada saat perundingan baru mulai justru Sultan Siak dipaksa untuk tunduk kepada pemerintahah VOC. Sultan segera memberi kode pada anak buah dan segera menyergap dan membunuh orang-orang Belanda di loji itu.
Loji segera dibakar dan rombongan Sultan Siak kembali ke Siak dengan membawa kemenangan, sekalipun belum berhasil mengenyahkan VOC dari Malaka. Siasat perang ini tidak terlepas dari jasa Raja Indra Pahlawan. Oleh sebab itu, atas jasanya Raja Indra Pahlawan diangkat sebagai Panglima Besar Kesultanan Siak dengan gelar: “Panglima Perang Raja Indra Pahlawan Datuk Lima Puluh”.
Perang antara rakayat riau dengan VOC terjadi sangat sengit, Pada saat perang itu VOC mendatangkan pertolongan dari china dan sekutunya, sehingga pada saat itu rakyat Riau ditarik mundur untuk merundingkan strategi perang baru, sehingga dalam perundingan itu di dapatlah suatu ide untuk berpura-pura mengajak VOC berdamai. Sehingga pada saat perundingan damai dengan VOC itu, kesempatan rakyat riau untuk memukul habis para pentinggi VOC. Pada akhirnya rakyat Riau memperoleh kemenangan dari VOC.
Pertanyaan :
a. Apa yang melatarbelakangi rakyat riau angkat senjata ?
b. Kerajaan manakah yang melopori gerakan rakyat riau angkat senjata?
c. Bagaimana kornotogis perang itu?
Sumber : http://parlemenanak.blogspot.co.id/2014/11/makalah-rakyat-riau-angkat-senjata.html
Perlawanan Rakyat Riau Terhadap VOC
Ambisi untuk melaksanakan monopoli perdagangan dan menguasai bermacam-macam daerah di Nusantara terus dilakukan VOC. Di samping menguasai Malaka, VOC juga mulai mengincar Kepulauan Riau. Dengan politik memecah belah VOC mulai berhasil menanamkan pengaruhnya di Riau. Kerajaan kerajaan kecil seperti Siak, Indragiri, Rokan, dan Kampar semakin terdesak oleh pemaksaan monopoli dan tindakan sewenang-wenang dari VOC. Oleh sebab itu, beberapa kerajaaan mulai melancarkan perlawanan.
Salah satu contoh perlawanan di Riau adalah perlawanan yang dilancarkan oleh Kerajaan Siak Sri Indrapura. Raja Siak Sultan Abdul Jalil Rahmat Syah (1723 – 1744) memimpin rakyatnya untuk melawan VOC. Setelah berhasil merebut Johor lalu ia membuat benteng pertahanan di Pulau Bintan. Dari pertahanan di Pulau Bintan ini pasukan Sultan Abdul Jalil mengirim pasukan di bawah komando Raja Lela Muda untuk menyerang Malaka. Uniknya dalam pertempuran ini Raja Lela Muda selalu mengikutsertakan puteranya yang bernama Raja Indra Pahlawan. Itulah sebabnya sejak remaja Raja Indra Pahlawan sudah mempunyai kepandaian berperang. Sifaf bela negara/ tanah air sudah mulai tertanam pada diri Raja Indra Pahlawan.
Dalam suasana konfrontasi dengan VOC itu, Sultan Abdul Jalil Rahmat Syah wafat. Sebagai gantinya diangkatlah puteranya yang bernama Muhammad Abdul Jalil Muzafar Syah (1746 -1760). Raja ini juga mempunyai naluri seperti ayahandanya yang ingin selalu memerangi VOC di Malaka dan sebagai komandan perangnya adalah Raja Indra Pahlawan. Tahun 1751 berkobar perang melawan VOC.
Sebagai strategi menghadapi serangan Raja Siak, VOC berusaha memutus jalur perdagangan menuju Siak. VOC mendirikan benteng pertahanan di sepanjang jalur yang menghubungkan Sungai Indragiri, Kampar, sampai Pulau Guntung yang berada di muara Sungai Siak. Kapal-kapal dagang yang akan menuju Siak ditahan oleh VOC. Hal ini adalah pukulan untuk Siak. Oleh sebab itu segera dipersiapkan kekuatan yang lebih besar untuk menyerang VOC. Sebagai pucuk pimpinan pasukan dipercayakan kembali kepada Raja Indra dan Panglima Besar Tengku Muhammad Ali. Dalam serangan ini diperkuat dengan kapal perang “Harimau Buas” yang dilengkapi dengan lancang serta perlengkapan perang secukupnya. Terjadilah pertempuran sengit di Pulau Guntung (1752 – 1753). Ternyata benteng VOC di Pulau Guntung itu berlapis-lapis dan dilengkapi meriam-meriam besar.
Dengan demikian pasukan Siak sulit menembus benteng pertahanan itu. Namun banyak pula jatuh korban dari VOC, sehingga VOC wajib mendatangkan pertolongan kekuatan termasuk juga orang-orang Cina. Pertempuran nyaris berlangsung satu bulan. Sementara VOC terus mendatangkan bantuan. Melihat situasi yang demikian itu kedua panglima perang Siak menyerukan pasukannya untuk mundur kembali ke Siak. Sultan Siak bersama para panglima dan penasihat mengatur siasat baru. Disepakati bahwa VOC wajib dilawan dengan tipu daya. Sultan diminta berpura-pura berdamai dengan cara memberikan hadiah kepada Belanda.
Oleh sebab itu, siasat ini dikenal dengan “siasat hadiah sultan”. VOC setuju dengan ajakan damai ini. Perundingan damai diadakan di loji di Pulau Guntung. Pada saat perundingan baru mulai justru Sultan Siak dipaksa untuk tunduk kepada pemerintahah VOC. Sultan segera memberi kode pada anak buah dan segera menyergap dan membunuh orang-orang Belanda di loji itu.
Loji segera dibakar dan rombongan Sultan Siak kembali ke Siak dengan membawa kemenangan, sekalipun belum berhasil mengenyahkan VOC dari Malaka. Siasat perang ini tidak terlepas dari jasa Raja Indra Pahlawan. Oleh sebab itu, atas jasanya Raja Indra Pahlawan diangkat sebagai Panglima Besar Kesultanan Siak dengan gelar: “Panglima Perang Raja Indra Pahlawan Datuk Lima Puluh”.
Perang antara rakayat riau dengan VOC terjadi sangat sengit, Pada saat perang itu VOC mendatangkan pertolongan dari china dan sekutunya, sehingga pada saat itu rakyat Riau ditarik mundur untuk merundingkan strategi perang baru, sehingga dalam perundingan itu di dapatlah suatu ide untuk berpura-pura mengajak VOC berdamai. Sehingga pada saat perundingan damai dengan VOC itu, kesempatan rakyat riau untuk memukul habis para pentinggi VOC. Pada akhirnya rakyat Riau memperoleh kemenangan dari VOC.
Pertanyaan :
a. Apa yang melatarbelakangi rakyat riau angkat senjata ?
b. Kerajaan manakah yang melopori gerakan rakyat riau angkat senjata?
c. Bagaimana kornotogis perang itu?
Sumber : http://parlemenanak.blogspot.co.id/2014/11/makalah-rakyat-riau-angkat-senjata.html
No comments:
Post a Comment